Perubahan mendasar di alam Melayu terjadi pada abad-abad awal sesudah masehi. Basis ideologinya adalah konsepsi kekuasaan dan serapan agama dari India. Penghinduan melahirkan stratifikasi sosial masyarakat Melayu sehingga muncul pemisah antara peradaban elite kota dari kebudayaan massa. Budhisme dan Hinduisme yang diperkenalkan di tanah Melayu telah melahirkan suatu bentuk kebudayaan yang tinggi dan eliter. Kebudayaan ini terutama menunjuk pada pengenalan tradisi India yang bersumber pada buku semata-mata dan tidak pada penghayatan kontak-kontak praktis secara langsung.
Pada sisi lain, adanya hubungan perdagangan yang terus-menerus dengan para pedagang India mengakibatkan terjadinya perembesan unsur-unsur India, misalnya folklor kedalam kebudayaan dan sastra masyarakat sipil Melayu, sampai menjelang akhir zaman Hindu-Budha (abad 13 dan 14), substratum kebudayaan setempat benar-benar telah berhasil mentransformasikan peradaban elite yang telah dihindukan dan pada saatnya juga menyerap sejumlah karakteristik peradaban yang khas itu (Cœdès, 1968:33).
Tahapan penyerapan kebudayaan India oleh alam Melayu, utamanya dalam lingkup keagamaan, yang berlangsung selama lebih dari seribu tahun mempertunjukkan dua kecenderungan.Pertama, penyerapan doktrin-doktrin dan tanggapan-tanggapan Hinduisme dan Budhisme yang besar menentukan pembentukan ideologi dari kehidupan sosial budaya negeri-negeri Melayu.Kedua, proses pemelayuan, yakni pemilihan dan adaptasi unsur-unsur yang harus diserap ke dalam tradisi setempat. Bukti yang dapat diajukan adalah dominasi agama Budha Mahayan dan kultus-kultus Hindu. Budha sinkretis dengan pola tantrisme yang sesuai dengan praktik-praktik magis alam Melayu.
Bagi orang Melayu, agama Budha Mahayana maupun Hindu tetap merupakan agama-agama yang aristokratis. Agama-agama ini sangat sedikit bersentuhan dengan kepercayaan tradisional masyarakat umum, dan biasanya berperan sebagai kultus raja-raja serta memiliki tugas untuk memperkuat prestise mereka.
Pada abad 13-14, di bidang politik terjadi keruntuhan imperium kehinduan. Di bidang ideologi, agama yang bersifat aristokratis pun runtuh dan digantikan dengan yang massal. Ciri khasnya adalah, khotbah-khotbah yang mudah dipahami. Bagi orang Melayu, agama yang cocok untuk situasi ini adalah Islam.
Sementara itu, masa awal Melayu kuno dalam tradisi sastranya dimulai dari peninggalan sastra India kuno. Abad-abad pertama sesudah masehi telah ditandai dengan perubahan-perubahan hakiki di dalam kehidupan alam Melayu. Pada saat inilah muncul negara-negara pertama di kawasan Suvarnadvipa. Penghinduan telah membuat lahirnya masyarakat berstratifikasi sosial di alam Melayu. Hasil sastra yang muncul biasanya berbentuk folklor sebagai akibat adanya kontak terus-menerus dengan pedagang India. Upacara kremasi dilakukan menurut klaim ritual Hindu.Dan waktu berlanjut sampai tersebar agama Islam. Pada tahun 1292 Marcopolo memberitakan bahwa di Perlak (Sumatra Utara) para penyembah patung (yaitu pemeluk agama Hindu dan Budha) kini telah memeluk Islam.
Perkembangan sastra lisan yang telah dicapai rakyat-rakyat kepulauan menjadi dasar lahirnya sastra tertulis Melayu. Pesatnya perkembangan tradisi tulisan di Sriwijaya, termasuk Palembang, dilihat dari data-data yang menyatakan Sriwijaya abad ke-11 sebagai salah satu pusat bagi dunia Budhisme. I-Ching, seorang musafir Cina pada abad ke-7 mencatat tentang adanya seribu orang biarawan Budha di Sriwijaya, dan menasihati para musafir sebangsanya yang ingin belajar di India agar singgah dan belajar dengan para guru di Sriwijaya.
Informasi tentang sastra Sriwijaya di dalam karangan I-Ching menyebutkan adanya sastra keagamaan di Sriwijaya yang tertulis di dalam bahasa Melayu kuno. Hal ini dibuktikan dengan adanya doa-doa dalam bahasa tersebut yang tertera dalam prasasti Talang Tuwo tahun 684.
Hasil sastra lain dalam Kitab Tawarikh Sriwijaya mengungkap tentang penangkapan raja Samudra atas perintah raja Siam. Dalam kitab ini ada episode perang, yakni raja Palembang yang bersama armada lautnya melarikan diri sesudah kota posisinya jatuh ke tangan pasukan Jawa.Ada pernyataan sanjungan bagi kemenangan raja Sriwijaya di dalam sejarah Melayu, yakni "maka masyhurlah pada segala negeri dari bawah angin datang ke atas angin" bahwa negeri Malaka terlalu besar lagi dengan makmurnya dan rajanya dari bangsa raja Iskandar Zulkarnain, pancar raja Nusyirwan Adil, raja musyrik maghrib. Maka segala raja-raja sekalian pun datanglah ke Malaka menghadap Sultan Mahmud Syah. (Situmorang dan Teeuw, 1958:90).
penceritaan penutup kisahan tentang kejadian-kejadian sejarah yang penting semacam itu sering ada di dalam kronik-kronik Melayu. Namun menjadi agak samar apakah kemiripan style tersebut mencerminkan kemiripan antara Kitab Tawarikh Sriwijaya dengan cerita-cerita sejarah dari zaman Islam, ataukah hanya penunjukan bahwa ada pengulangan adegan saja. Juga tidak gampang untuk menetapkan, apakah nada didiaktis dalam Kitab Tawarikh Sriwijaya itu merupakan gaya penuturan Islam atau akibat pengaruh Budhisme.
Terkait dengan sejarah Melayu, ada kisahan yang mengungkapkan cikal bakal negeri orang-orang Melayu, yaitu sang Utama yang turun ke Bukit Siguntang Mahameru di Palembang. Dalam cerita ini diungkap tentang Lembu Ajaib bernama Perak. Sapi ini menghembuskan buih, dan dari padanya muncul Bat, yaitu orang yang memuji-muji raja dengan kata-kata sanjungan, dan menjuluki Seri Teri Buana, serta menegaskan perkawinannya dengan Wan sendari, seorang putri dari penghulu setempat Demang Lebar Daun.
Dari sedikit nukilan cerita di atas dan layar tentang kemelayuan di Palembang pada zaman Budhisme-Hinduisme dapat dikemukakan bahwa sastra Melayu kuno merupakan suatu sistem genre yang terdiri dari empat lingkaran konsentrasi, yaitu: 1) kanon teks suci agama Budha; 2) tafsir-tafsir dan teks-teks yang berdampingan dengan kanon; 3) lingkup fungsional; 4) lingkup nonfungsional.
Dari karakteristik sistem sastra di atas, dapatlah dinyatakan bahwa pada zaman Islam karya-karya tersebut terlupakan. Tulisan yang dapat diabadikan biasanya berkategori keagamaan dan fungsional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar