Saat akan memasuki jenjang pernikahan menurut adat istiadat perkawinan Palembang, banyak tahap yang harus dilalui. Ketika mencari calon mempelai, wakil dari keluarga laki-laki memulainya dengan melakukan kunjungan 'terselubung' ke rumah si gadis.Kunjungan tersebut untuk meneliti apakah si gadis pantas menjadi istri dilihat dari kecantikan, tabiat, ketaatan ibadah dan kepandaiannya.
Utusan yang berkunjung itu haruslah orang yang berpengalaman dan lues dalam berkomunikasi. Karena demikian lues dan piawainya, keluarga yang dikunjungi tidak mengerti bahwa kunjungan itu sebenarnya bukan silahturahmi biasa, tapi sedang terjadi suatu 'penyelidikan'. Peristiwa ini disebut madik . Utusan yang telah melakukan madik, selanjutnya ditugasi mengulang kunjungan untuk memastikan keadaan si gadis. Apakah masih kosong atau sudah ada yang melamar.
Utusan menanyakan status si gadis kepada orangtua dan pihak keluarganya dalam bahasa sindiran: "Seperti buah itu, apakah ada yang menyenggung atau belum?" Jika sudah ada yang menyenggung pembicaraan tak dilanjutkan. Tapi jika belum pembicaraan dilanjutkan ke arah yang lebih serius. Lain halnya jika orangtua si gadis belum siap menikahkan anak gadisnya karena alasan usia. Berarti harus mendapatkan informasi dari keluarga lainnya. Semua hasil pembicaraan harus dilaporkan kepada pengutus.
MINANG / MELAMAR
Lima orang utusan (termasuk seorang ketua) akan membawagegawan s
ewaktu mengunjungi rumah keluarga si gadis. Gegawan berupa kain terbungkus sapu tangan yang diletakkan diatas nampan, berikut lima tenong berisis bahan-bahan, seperti gula, gandum, juadah, buah musiman, dan lain-lain. Gegawan atau bawaan ini dinamakan sirih hanyut .
Ibu si gadis menerima bawaan dan pinangan si bujang. Pada saat itu pula utusan menanyakan kepada si ibu perihal uri -nya, yaitu adat ketika si ibu menikah dulu. Si ibu biasanya meminta acara sesuai dengan adat, termasuk timbang pundut dan penglamar disertai belanja dapur sebagai syarat.Semua ini ditampung oleh utusan untuk disampaikan kepada pengutus tentang kesanggupannya.
Meski sudah ada lamaran, si bujang belum bisa leluasa untuk bertemu calon pasangan hidupnya.Biasanya si bujang dengan penuh perjuangan dan kesabaran bersembunyi dirumah tetangga untuk mengintip permukaan si gadis yang didamba.
Berasan
MEMUTUSKAN KATO
Sekembalinya para utusan, tahap selanjutnya si bujang mengutus 9 orang (termasuk seorang ketua) untuk datang kembali ke rumah si gadis membawa 9 tenong berisi bahan-bahan seperti gula, gandum, juadah, buah musiman dan ditambah satu kain yang dibungkus diatas nampan, berupa sehelai baju dan sehelai selendang sutra atau senting. Inilah yang disebut memutuskan kato.
Ketika itu dirumah si gadis sudah siap para undangan, khususnya 9 orang oilihan yang bertugas menerima tenong tersebut. Busana yang dikenakan para utusan berupa sarung motif sama, dipadu dengan baju kurung senting. Selendang yang dipakai adalah jupr i atau selendang kembang teh . Untuk gelungan rambut berbentuk sasak tembakau. setebek namanya, sebab didalam gelungan memang diisi tembakau satu tebek.
Setelah melakukan upacara resmi dalam bentuk syair, pantun dan bahasa halus dalam melaksanakan musyawarah, maka kesepakatan upacara adat lengkap dengan langkah kegiatan, prosesi dan sebagainya selesai sudah. Sebagai tanda selesainya kesepakatan ini, dilaksanakan pula acarapengebatan tali keluarga, yakni mengambil tembakau setebak dari sasak gelungan, lalu dibagikan kepada para utusan dan undangan yang hadir.
Tepak emas disajikan pula bersama sekapur sirih siwak, yakni mengunyah sirih yang dilengkapi tembakau. Ini diartikan bahwa kedua keluarga sudah mengikat tali persaudaraan sehingga menjadi satu keluarga besar. Acara ini disebut mengebet, yang kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.
Sejak saat itu pasangan gadis dan bujang resmi ditunagkan.Sebagai tanda, akan diberikan hadiah emas berlian. Belakangan ini bisa diberikan dalam bentuk cincin pertunangan. Pada saat itu dilakukan juga beberapa tahapan secara adat. Dan selanjutnya kedua keluarga besat itu akan saling kunjung mengunjungi sambil membawa hantaran aneka ragam benda. Yang pertama kali mengunjungi umumnya adalah keluarga pihak pria yang kemudian akan dibalas berkunjung pula oleh pihak keluarga si gadis.
Di bulan puasa, malam likuran dan pada malam hari raya, kedua belah pihak saling bergantian membawa hantaran kerumah masng-masing. ini tentunya dilakukan saling membalas. Pada malam tersebut si bjang membantu melakukan persiapan hari raya, baik didalam maupun diluar rumah. Saat hari raya tiba, si bujang datang kerumah tunangannya untuk menghatur sujud sambil membawa buah tangan untuk si gadis dan keluarganya. Sebagai balasan ketika pulang, si gadis mengisi wadah antaran untuk si bujang tunangan dan keluarganya dirumah.
Keterikatan si bujang semakin dekat. Ini dibuktikan dari cara pamitan setiap kali si cowok hendak bepergian. Apalagi hendak pergi jauh misalnya, si bujang harus pamit secara resmi. Si ibu calon mertua akan mempersiapkan aneka bekal yang mungkin diperlukan si bujang selama perantauannya.
Sekembalinya dari wilayah, si bujang harus melapor ke rumah si gadis serta menghatur sembah pada calon mertua sebagai tanda keseriusannya yang tak pernah luntur. Saat itu si bujang, membawa aneka benda berupa pakaian, makanan maupun buah yang dibawanya dari wilayah. Si bujang sudah datang tandanya pernikahan tak lama lagi dilangsungkan. Setidaknya dua minggu sebelum hajatan dilangsungkan. Setidaknya dua minggu sebelum hajatan dilangsungkan, sudah ada kata sepakat, kapan mas kawin atau gegawan akan diantarkan.
Bila tiba saatnya, maka si bujang akan mohon kepada utusan agar bersedia mengantar mas kawin yang telah ditetapkan. Utusan harus seorang wanita yang dituakan dan ditemani beberapa wanita untuk membawa mas kawin. Yang diantar bukan cuma mas kawin, tetapi juga belanja dapur, yang pada mas sekarang disebut 'uang asap'.
Besarnya uang belanja itu pun harus disetujui ibu si gadis. Jika sudah setuju, maka sejumlah uang belanja tersebut dibungkus dengan ponjen-ponjen kuning yang diletakkan diatas nampan.
Selanjutnya menentukan kesepakatan adat. Jika yang disepakati adalah 'adat tiga turunan' itu artinya pihak mempelai pria harus memberi tiga turunan pakaian yang akan dikenakan pihak mempelai wanita. Yakni pakaian sehari-hari, pakaian untuk bepergian biasa, dan pakaian songket kebesaran yang biasanya dipakai untuk 'kondangan' atau upacara adat.
Selain tiga turunan, ada juga adat buntel kadut , satu turunan bahkan sampai tujuh turunan, yang diiringi dengan perabotan rumah tangga, makanan, perhiasan, uang yang dimasukan dalam kertas yang dibentuk aneka buah dan lain-lain. Semuanya akan dibawa, minimal 40 nampan atau menurut kesanggupan pihak laki-laki. Itu sebagai wujud kecintaan orangtua sekaligus untuk meringankan beban pesta pihak si gadis. Bawaan akan diterima dengan baik. Selanjunya membahas acara mandi simburan , termasuk rencana orangtua si gadis untuk mengunjungi tetua yang akan menghadiri upacara adat tersebut.
Seminggu sebelum menikah, baik si bujang maupun si gadis, pantang keluar rumah. Mereka akan 'dipelihara' badaniah dan batiniahnya, seperti dibedaki dengan bedak khusus temanten. Ramuan beras dengan putih telur ayam, garam, rempah-rempah dan daun Sawu abang atau sawo kecik yang dihaluskan, akan menjadi bedak boreh mujarab. Selain ramuan tadi, dilengkapi puladengan bertanggas, yaitu duduk diatas kursi sambil diuapi pedupaan berisi api dan cabe rawit. Upaya ini untuk mengeluarkan keringat sebanyak mungkin, agar saat bersanding nanti tak lagi banyak mengeluarkan keringat.
Selanjutnya persiapan pesta. Diantaranya, majang rumah , masang tarub , ngocek bawang besar , danmengulem atau mengundang kerabat yang akan terlibat dalam kerja gotong royong. Undangan akan diantar oleh kaum ibu yang mengenakan busana adat. Sementara kaum bapak akan melakukanpanggilan dan membaleni kemudian diundang untuk menghadiri pengantin munggah yang berlangsung di pagi hari.
PERKAWINAN
Beberapa hari sebelum munggah, si bujang akan dinikahkan di rumahnya sendiri oleh ayah si gadis yang bertindak sebagai walinya. Bisa juga oleh penghulu atau hotib kampung. Jika dilakukan hotib atau penghulu, maka upetinya adalah 2 batu kawin. Usai menikah secara lengkap, selanjutnya mengarak pacar, sebagai lambang bahwa suami sudah berada disamping istrinya. Prosesi dilakukan di perahu yang dihiasi lampu warna-warni dan diiringi tetabuhan yang diarak ke rumah pengantin wanita. Yang diarak ke rumah pengantin wanita. Yang di arak adalah keris adat pusaka puyang berikut bunga-bunga.Pengantin pria memakai busana kebesaran aesan gedeh .
Pertemuan antara pengantin pria dan wanita ditandai dengan sirih menyapa . Maksudnya, dengan pemberian sirih penyapa, resmilah kedua pengantin itu berkenalan. Suasana makin khidmad oleh alunan suara pengantin wanita yang membaca ayat-ayat suci Al-Quran, dan doa keselamatan. Secara lengkap, ada kebiasaan pengasuhan atau penyuapan akhir, adat menimbang sebagai janji sehidup semati, keramasan / menyacap , mandi simburan , sebaikan , tepung tawar sampai pacaran . Dan masih banyak acara lainnya, seperti membuka langse atau membuka tabir. Bentuknya sebuah wadah tandu yang dihiasi kertas ukiran berwujud burung merak atau garuda, yang nantinya akan dijadikan kelambu dan ditempatkan diranjang saat suami sudah berada di ruang pangkeng pengantin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar